19 Desember 2009


Penjual Keripik Singkong

Habis pulang kerja, saya langsung melaju ke salah satu pasar swalayan di daerah Kreo, menjemput istri yang habis berbelanja untuk keperluan Rasyid. Tak lama kemudian, entah kenapa mata saya langsung tertuju ke penjual keripik singkong yang duduk di depan teras pasar swalayan yang menjajakan dagangannya, langsung saya menghampirinya sambil menanyakan berapa harga satu bungkus keripik singkong, “berapaan bu satu bungkus keripik ini?.” tanya saya, ibu penjual keripik singkong itu menjawab : “yang satu bungkus ini harganya Rp 10.000,00 tapi kalo enam bungkus yang kecil-kecil ini Rp 12.000,00.” Ada perasaan senang dan bahagia ketika dagangannya saya beli karena sebelumnya terlihat murung mungkin dari semenjak pagi belum laku-laku jualannya.
Istri bertanya ke saya, “kenapa abi langsung beli keripik itu, padahal ibu penjual keripik itu dari tadi nawarin ke neng, tapi neng gak mau.” Saya langsung menjawab. “abi ingat Mak.” Kemudian istri saya langsung menjawab :”subhanalloh, pantes dari tadi abi gak nawar lagi harga keripik itu, tapi langsung dibeli.”
Setidaknya saya ingin mengajarkan ke istri saya bahwa kalau kita berbelanja itu harus seimbang, kita berani belanja ratusan ribu rupiah dipasar swalayan dan tidak pernah menawar padahal pasar swalayan itu milik orang asing, pemilik modal besar yang kalau kita semua belanja akan menguntungkan investor tetapi kenapa kita tidak mau menyeimbangkan ekonomi rakyat menengah kebawah seperti penjual keripik singkong tadi, porsi belanja kita harus diseimbangkan karena kalau tidak seimbang sama juga kita telah menambah pengangguran baru dengan tidak memberikan mereka kesempatan untuk mengembangkan perekonomian rakyat kecil. Tegas saya ke istri sambil menatapnya dalam-dalam.


Wassalam,
Abu Rasyid

Label: