15 November 2009


Abdurrasyid, Semoga Abi bisa menjadi pahlawanmu

Hari ini saya mengikuti acara bedah buku “Aku Mau Ayah”. Buku karangan Irwan Rinaldi di Paparon’s Warung Jati, Jakarta Selatan. Buku yang sangat inspiratif dan menggugah hati saya untuk menjadi seorang ayah ”beneran”. Karena kebanyakan dari kita sebagai ayah terlalu ”cuek” secara psikologis terhadap perkembangan anak kita. Kita terlalu sibuk dengan pekerjaan, sehingga banyak anak yang mengeluh, frustasi dan akhirnya anak-anak sering berkata kepada kita sebagai ayah ” Aku Mau Ayah, bukan Bapak”. Lha itu kan Bapakmu, tidak aku mau Ayah. Kebanyakan anak sekarang memang kehilangan masa-masa emasnya antara usia 0-12 tahun, karena sang ayah terlalu sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri.

Saya bukan mempromosikan buku ”Aku Mau Ayah” melainkan saya mengajak kepada diri pribadi sebagai ”Ayah Sebenarnya” karena anak banyak yang ”yatim” secara psikologis, secara jasmani memang kita sebagai Ayah atau Bapak tetapi kita tidak tahu apa keinginan anak kita sebenarnya. Miris juga ketika saya melihat setiap anak yang berada dijalanan, ditrotoar jalan lampu merah, masa-masa emas mereka untuk menikmati bersama kedua orang tuanya, itu juga yang menggerakan hati saya untuk mengembangkan dan mempromosikan blog gerakan seratus rupiah demi anak-anak yang kurang mampu. Karena saya sendiri dikeluarga berjuang keras untuk meraih pendidikan yang layak dengan cara meraih beasiswa kesana kemari.

Kembali ke topik ”Aku Mau Ayah”. Sebenarnya betul ga kita menjadi ayah sesungguhnya dikeluarga kita. Betul tidak kita menjadi seorang Ayah, seorang Suami yang setiap saat (24 Jam) ”peduli” terhadap anak istri kita. Bisa jadi ketika kita berangkat ke kantor lebih pagi karena menghindari disuruh istri cuci pakaian, lantas ada pertanyaan :”kan ada pembantu”. Justru dengan adanya pembantulah yang semakin menambah cueknya suami atau ayah, jangan heran kalau ada anak yang hatinya terpaut sama pembantu. Anak lebih kenal ke pembantu daripada kepada kedua orangtuanya.
Bisa jadi hikmah yang bisa diambil ketika Fatimah Azzahra (putri kesayangan Rasulullah SAW) mohon dicarikan satu pembantu untuk mengurus rumah tangganya, tetapi apa jawaban Rasulullah SAW kepada putrinya. ”Maukah aku tunjukan bahwa seluruh isi dunia ini menjadi kepunyaanmu, orang-orang kaya sekalipun tidak akan bisa menandingimu jikalau kamu membaca subhanallah 33 kali, alhamdulillah 33 kali, wala ilahailallah wallahu akbar 33 kali, yang kemudian dijadikan bacaan dzikir selepas shalat lima waktu. Mengapa Rasulullah SAW mengajarkan seperti ini kepada putrinya dibandingkan mencarikan satu pembantu, padahal kalau Rasul SAW mau, jangankan satu pembantu, sepuluh pembantu juga langsung dikasih. Ternyata dibalik permintaan putrinya itu bahwa seberat apapun mengurus rumah tangga, menjadi seorang istri atau ayah itu jauh lebih mulia karena dalam pengurusan rumah tangga yang di iringi dengan do’a maka seluruh dunia beserta isinya ini menjadi milik kita, itulah kekuatan do’a. Ketika kita mencuci pakaian istri atau suami sambil berdo’a sehingga Allah SWT ridho dan merahmati rumah tangganya, ketika memandikan bayi sambil berdo’a maka Allah SWT ridho dan merahmati, ketika mengasuh dan mendidik anak sambil berdo’a maka Allah meridhoinya.

Tetapi banyak alasan dijaman sekarang yang katanya ”jaman edan” semuanya harus serba uang, tidak ada yang gratis, buang air kecil aja bayar. Sehingga dalam hal pengurusan anak sang istri harus membantu mencari nafkah tambahan buat suaminya dan akhirnya punya seorang pembantu. Di tambah lagi paradigma bahwa menjadi seorang suami itu harus pintar mencari uang sebanyak-banyaknya sehingga yang ada dipikiran suami itu bagaimana mencari uang atau materi sebanyak-banyaknya, bukan tidak boleh melainkan harus seimbang dengan memperhatikan efek psikologis rumah tangga.
Pengalaman saya selama satu tahun ini bahwa istri sebenarnya lebih membutuhkan pendampingan sang suami untuk bersama-sama ketimbang yang lain, terlebih-lebih dalam hal pengurusan anak, memang benar apa yang dikatakan Nabi SAW, apa yang kita cari itulah yang kita dapatkan dan nanti diakhirat kelak akan dilemparkan kemuka kita apa yang menjadi niat kita, apakah ikhlas atau tidak, apakah yang kita cari selama ini.

Rasyid, mungkin selama ini abi kurang memperhatikanmu, selama lima bulan ini abi terlalu sibuk dengan diri abi sendiri, padahal engkau lebih berharga dibandingkan yang lain. Rasyid, tulisan ini sengaja abi tulis untuk mengingatkan diri abi sendiri, biarkan abi menjadi pahlawanmu, menjadi pejuang dikeluarga. Rasyid, meskipun abi belum bisa menjadi seorang ”Ayah yang kau mau” tetapi dalam setiap bobo mu abi selalu berdo’a semoga Allah SWT melindungimu, menjagamu agar tetap taat kepada-Nya, hati abi tetap terpaut kepadamu. Rasyid, beri kesempatan abi untuk menjadi seorang ”Ayah yang kau mau”. Abi tetap sayang, tetap cinta dan hati abi hanya untuk Allah SWT dan dirimu (maaf ya umi, abi lagi berdo’a untuk rasyid) amiiiin ya robbal ’alamin.

Jakarta, sabtu 14 November 2009.
Jam 10.00 wib, Paparon’s Warung Jati

Abu Rasyid.

Label: