Ujung-Ujungnya Uang (U3)
Setengah hari saya mengurus pembuatan KTP dan Kartu Keluarga yang baru. Proses administrasi yang berbelit-belit dan rasa sedikit ingin tahu bagaimana proses pembuatannya maka saya sengaja mengurus sendiri. KTP lama saya sebenarnya belum habis masa berlakunya, dikarenakan saya sudah menikah dan tinggal di daerah kotamadya maka saya membuat surat pindah WNI dari kabupaten ke kotamadya.
Ada cerita yang menurut saya tidak pantas untuk diceritakan tetapi jadi suka dongkol kalau saya tidak menceritakannya. Cerita ini diawali ketika saya meminta surat pindah WNI dari kantor desa Curug Sangereng, petugas yang biasa mengurus meminta uang jasa kepada saya Rp 150.000 karena kata beliau kalau mengurus surat pindah harus tiga proses yaitu kantor desa, kantor kecamatan dan kantor kependudukan/catatan sipil. Sontak saja saya menimpali bahwa sebenarnya tidak semahal itu, mungkin inilah salah orientasi pendidikan kita yang selalu mengajarkan untuk mencari materi yang sebanyak-banyaknya dalam arti harus kembali modal, akhirnya ujung-ujungnya uang yang menjadi tujuan utama. Sungguh ironis, kebanyakan dari kita semua kalau ditanya :” kenapa kita harus sekolah tinggi.” Pasti jawabannya biar cepat dapat kerjaan dan bisa mencari uang sebanyak-banyaknya. Kenapa juga disekolah yang menurut saya kurang bagus adalah siswa diajarkan ujung menjadi ranking, dan akhirnya siswa akan mencari cara apapun bagaimana bisa mencari ranking di kelasnya, akhirnya budaya contek, plagiat dan ujung-ujungnya uang sudah membudaya di kalangan siswa dan penyakit itu yang kini menjangkiti bangsa kita yaitu budaya korupsi, apakah ini gejala dari orientasi pendidikan kita yang salah, padahal tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang beriman dan bertakwa sehingga bisa mencintai dan menghargai negaranya, bukan sebaliknya malah merusak tatanan negara, akhirnya di zaman sekarang sudah hilang figure yang menjadi panutan, guru di sekolah sudah tidak bisa menjadi teladan, pejabat sudah tidak bisa dipercaya. Oleh karena, menurut saya adalah mari kita mulai dari diri kita sendiri, kemudian anak istri dan lingkungan terdekat, semoga dari sekup yang kecil ini tetapi kalau serempak menjadikan masyarakt kita menjadi masyarakat yang beradab dan pejabat kita pun merubah orientasinya yaitu ujung-ujungnya uang, bagaimana mengembalikan modal yang sudah milyaran ketika kampanye sedang untuk sedekah saja sudah enggan..
Benarlah apa yang di gambarkan Alloh SWT dalam Al-Quran Surat Al-Hadid ayat 20
: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
Mudah-mudahan kita bisa mengambil hikmahnya......
Setengah hari saya mengurus pembuatan KTP dan Kartu Keluarga yang baru. Proses administrasi yang berbelit-belit dan rasa sedikit ingin tahu bagaimana proses pembuatannya maka saya sengaja mengurus sendiri. KTP lama saya sebenarnya belum habis masa berlakunya, dikarenakan saya sudah menikah dan tinggal di daerah kotamadya maka saya membuat surat pindah WNI dari kabupaten ke kotamadya.
Ada cerita yang menurut saya tidak pantas untuk diceritakan tetapi jadi suka dongkol kalau saya tidak menceritakannya. Cerita ini diawali ketika saya meminta surat pindah WNI dari kantor desa Curug Sangereng, petugas yang biasa mengurus meminta uang jasa kepada saya Rp 150.000 karena kata beliau kalau mengurus surat pindah harus tiga proses yaitu kantor desa, kantor kecamatan dan kantor kependudukan/catatan sipil. Sontak saja saya menimpali bahwa sebenarnya tidak semahal itu, mungkin inilah salah orientasi pendidikan kita yang selalu mengajarkan untuk mencari materi yang sebanyak-banyaknya dalam arti harus kembali modal, akhirnya ujung-ujungnya uang yang menjadi tujuan utama. Sungguh ironis, kebanyakan dari kita semua kalau ditanya :” kenapa kita harus sekolah tinggi.” Pasti jawabannya biar cepat dapat kerjaan dan bisa mencari uang sebanyak-banyaknya. Kenapa juga disekolah yang menurut saya kurang bagus adalah siswa diajarkan ujung menjadi ranking, dan akhirnya siswa akan mencari cara apapun bagaimana bisa mencari ranking di kelasnya, akhirnya budaya contek, plagiat dan ujung-ujungnya uang sudah membudaya di kalangan siswa dan penyakit itu yang kini menjangkiti bangsa kita yaitu budaya korupsi, apakah ini gejala dari orientasi pendidikan kita yang salah, padahal tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang beriman dan bertakwa sehingga bisa mencintai dan menghargai negaranya, bukan sebaliknya malah merusak tatanan negara, akhirnya di zaman sekarang sudah hilang figure yang menjadi panutan, guru di sekolah sudah tidak bisa menjadi teladan, pejabat sudah tidak bisa dipercaya. Oleh karena, menurut saya adalah mari kita mulai dari diri kita sendiri, kemudian anak istri dan lingkungan terdekat, semoga dari sekup yang kecil ini tetapi kalau serempak menjadikan masyarakt kita menjadi masyarakat yang beradab dan pejabat kita pun merubah orientasinya yaitu ujung-ujungnya uang, bagaimana mengembalikan modal yang sudah milyaran ketika kampanye sedang untuk sedekah saja sudah enggan..
Benarlah apa yang di gambarkan Alloh SWT dalam Al-Quran Surat Al-Hadid ayat 20
: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
Mudah-mudahan kita bisa mengambil hikmahnya......
0 Komentar:
Posting Komentar
<< Home