Rabu pagi, 9 Maret 2016, Matahari yang tampak di
Indonesia tak akan sama seperti biasanya.
Matahari tetap akan bersinar seperti hari-hari
sebelumnya. Namun, untuk sesaat, sinarnya akan
meredup di beberapa tempat hingga suasana yang
semula terang benderang akan berubah gelap
kembali seperti saat senja. Hari itu, sebagian kecil
wilayah Indonesia mengalami gerhana Matahari
total dengan lama totalitas gerhana hanya 1,5-3
menit. Inilah gerhana Matahari total pertama yang
melintasi wilayah Indonesia pada abad ke-21.
Gerhana matahari total bisa disaksikan sekali
dalam 375 tahun di titik yang sama di muka Bumi.
Lamanya rata-rata perulangan waktu terjadinya
gerhana matahari total (GMT) membuat banyak
orang berburu gerhana. Perburuan sering kali
dilakukan dengan cara yang tidak biasa, mulai dari
mendatangi lokasi-lokasi terpencil di berbagai
belahan Bumi hingga mengamati gerhana dari
ketinggian stratosfer Bumi.
Alasan berburu gerhana pun beragam, mulai dari
hanya ingin menyaksikan dan merasakan sensasi
perubahan suasana saat piringan Matahari tertutup
sepenuhnya oleh piringan Bulan, melakukan
berbagai penelitian ilmiah atau membuktikan teori
baru, hingga melepaskan hasrat berkelana.
Dosen Astronomi Institut Teknologi Bandung,
Moedji Raharto, mengatakan, jumlah GMT yang
melintasi Indonesia selama abad ke-21 bisa
dihitung hanya dengan sebelah tangan. Oleh
karena itu, Moedji menilai, masyarakat yang tinggal
di Pulau Jawa harus pergi berburu gerhana ke
pulau lain jika ingin menyaksikan keindahan GMT,
minimal sekali sepanjang hidupnya.
Gerhana mendatang ini akan melintasi 12 provinsi
dan 53 kabupaten/kota, mulai dari Kepulauan Pagai
di Sumatera Barat hingga Pulau Halmahera di
Maluku Utara.
Di Jakarta, gerhana matahari akan terjadi sebesar
88,76 persen. Matahari mulai tertutup bulan pukul
06.19 WIB dan akan berakhir pada 08.31 WIB.
Selain Jakarta berikut daftar daerah lain yang akan
merasakan gerhana matahari sebagian (Sumber:
Detik.com ):
1. Padang
Gerhana terjadi 95,41 persen
Disaksikan mulai pukul 06.21 WIB hingga 08.27
WIB
2.Bandung
Gerhana terjadi 88,76 persen
Disaksikan mulai pukul 06.19 WIB hingga 08.32
WIB
3. Surabaya
Gerhana terjadi 92,96 persen
Disaksikan mulai pukul 06.23 WIB hingga 08.40
WIB
4. Pontianak
Gerhana terjadi 92,96 persen
Disaksikan mulai pukul 06.23 WIB hingga 08.40
WIB
5. Denpasar
Gerhana terjadi 76,53 persen
Disaksikan mulai pukul 07.22 WITA hingga 09.42
WITA
6. Banjarmasin
Gerhana terjadi 98,22 persen
Disaksikan mulai pukul 07.23 WITA hingga 09.47
WITA
7. Makassar
Gerhana terjadi 88,54 persen
Disaksikan mulai pukul 07.25 WITA hingga 09.54
WITA
8. Kupang
Gerhana terjadi 65,49 persen
Disaksikan mulai pukul 07.28 WITA hingga 09.55
WITA
9. Manado
Gerhana terjadi 96,66 persen
Disaksikan mulai pukul 07.34 WITA hingga 10.15
WITA
10. Ambon
Gerhana terjadi 86,91 persen
Disaksikan mulai pukul 08.33 WIT hingga 11.16
WIT
11 Februari 2016
01 Desember 2015
Harta Dibawa Mati

Setetes Hikmah, Menata Hati.
"SAYA TAK MAU BERPISAH DENGAN HARTA
SAYA...".
(HARTA DIBAWA MATI)
Haji Usman, sebutlah begitu nama beliau.
Mungkin orangtuanya dulu berdo'a agar sang putra
mewarisi kemuliaan Sayyidina Utsman ibn Affan
Radhiyallahu ‘Anhu.
Pemilik salah satu usaha batik terkemuka di
Yogyakarta ini memang dikenal atas
kedermawanannya, seakan harta telah begitu tak
berharga baginya. Seakan dunia telah begitu hina
di matanya.
Ringan baginya membuka kotak persediaan,
gampang baginya menyeluk kantong simpanan dan
seakan tanpa beban dia mengulur bantuan.
Inilah mungkin sosok nyata orang yg dunia di
tangannya dan akhirat di hatinya.
Maka beberapa orang pengusaha muda yg
bersemangat mendatangi beliau.
“Ajarkan pada kami, Ji,” kata mereka, “bagaimana
caranya agar kami seperti haji Usman. Bisa tidak
cinta pada harta dan tidak sayang pada
kekayaan... Hingga seperti haji Usman,
bershadaqah terasa ringan”.
“Wah", sahut Haji Usman tertawa, “salah alamat!”
“Lho?”...
“Lha iya. Kalian datang pada orang yg salah. Lha
saya ini SANGAT MENCINTAI HARTA SAYA je. Saya
ini sangat mencintai kekayaan saya je".
“Lho?”..
“Kok lho. Lha sebab saking cinta dan sayangnya
saya pada harta, SAMPAI-SAMPAI SAYA TIDAK
RELA MENINGGALKAN HARTA SAYA DI DUNIA INI.
Saya itu TIDAK MAU BERPISAH dengan kekayaan
saya.
Makanya sementara ini saya titip-titipkan dulu...
TITIP pada Masjid,
TITIP pada anak yatim,
TITIP pada fakir miskin,
TITIP pada madrasah,
TITIP pada pesantren,
TITIP pada pejuang fii sabilillah.
Alhamdulillah ada yg berkenan dititipi, saya senang
sekali. Alhamdulillah ada yg sudi diamanati, saya
bahagia sekali.
Pokoknya DI AKHIRAT NANTI MAU SAYA AMBIL
LAGI.
Saya ingin kekayaan saya itu dapat saya nikmati
berlipat-lipat di akhirat".
“Lah...!” Siapa bilang harta tdk dibawa mati....?
Harta itu dibawa mati....!!! Caranya ? ... Minta
tolong dibawakan oleh anak Yatim, Fakir
miskin..dll....
Masya Allah... Dikutip dr buku..
Menulis lagi.
Bismillah, mulai bulan ini, tanggal 1 Desember dipenghujung tahun 2015 saya akan berkomitmen untuk menulis lagi, banyak hal yang harus saya ceritakan, yang harus saya sampaikan, kondisi disekitar saya yang menarik untuk disimak, keluarga dan masyarakat ditempat saya tinggal. Insha Alloh saya akan terus menulis meskipun catatan terseok-seok karena sesuatu yang baik memang harus dan layak disampaikan, terlepas orang yang mbacanya suka ataupun tidak suka tetapi kalau untuk kebaikan sedapatnya nanti akan saya sampaikan. Mohon maaf atas kevakuman selama ini.
Salam hormat saya untuk para blogger diseluruh nusantara dan dunia.
18 September 2014
Islam Solusi Bagi Masyarakat Jepang
REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Ali Mohamed Mori, sekitar 18 tahun berada di Manchuria, saat Jepang menganeksasi wilayah tersebut pada Perang Dunia II. Ia menetap dekat Pieching, satu wilayah yang dihuni komunitas Muslim.
"Saya melihat mereka menjalani kehidupan yang saleh. Saya begitu terkesan dengan cara hidup dan sikap mereka terhadap kehidupan," ucap dia seperti dilansir onislam.net, Kamis (3/9).
Ali selanjutnya kembali ke negaranya, usai Jepang kalah perang. Menjejakkan kaki, Ali melihat banyak perubahan di Jepang. Perubahan itu termasuk soal kepercayaan. Ali melihat ada masalah dengan cara hidup Buddhisme saat itu. Selanjutnya, masuklah ajaran Kristen yang dibawa para rohaniawan barat.
"Kristen dipilih karena ada kekecewaan besar masyarakat Jepang," ucap dia.
Namun, Ali yang kala itu sudah menjadi Muslim, melihat agama yang dibawa Rasulullah ini menawarkan solusi. "Semua Muslim adalah saudara satu sama lain. Allah perintahkan kepada setiap Muslim untuk hidup damai dan harmoni satu sama lain. Ini sangat penting," kata dia.
Ali, yang dibimbing oleh mubalig asal Pakistan, berharap ikatan ISlam akan menanamkan semangat baru di setiap sudut bumi. Ini akan menjadikan Bumi sebagai surga untuk hidup seluruh mahluk-Nya.
24 Januari 2014
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Kalau masalah wadah buat umat Islam, kita sebenarnya tidak perlu khawatir. Karena ada begitu banyak wadah untuk umat Islam. Dan entah apa sebabnya, sebagai umat Islam, rasanya kita memang agak rajin membuat dan mendirikan wadah. Sehingga jumlahnya menjadi banyak sekali.
Sehingga seorang muslim terkadang ikut dalam beberapa wadah yang berbeda secara bersamaan. Karena banyaknya wadah itu hingga terjadi tumpang tindih antara satu wadah dengan wadah yang lain.
Kemustahilan Menyatukan Wadah
Dari sekian banyak wadah yang telah didirikan oleh umat Islam, ada satu hal yang menggiring pemikiran kita. Yaitu akan menjadi sulit bila ada satu pihak yang ingin menghalangi pihak lain untuk ikut suatu wadah, atau memaksa orang lain untuk hanya menjadi pendukung wadahnya.
Contoh yang paling sederhana adalah masalah partai Islam. Di negeri kita, belum pernah ada satu wadah partai yang menampung aspirasi semua lapisan umat Islam, kecuali dahulu di zaman Masyumi. Itu pun hanya dalam waktu yang singkat.
Kenyataannya, umat Islam lebih senang untuk memisahkan diri dari wadah yang satu menjadi beberapa wadah yang berpisah dan berlainan. Di masa orde baru umat Islam disatukan secara sistem dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP), namun di dalam tubuh PPP muncul berbagai kubu yang siap pecah. Di luar partai, sebagian umat Islam malah memilih untuk golput alias tidak mendukung PPP.
Ketika Indonesia memasuki era reformasi, umat Islam masing-masing sibuk untuk membikin partai sendiri-sendiri. Lusinan partai yang mengaku partai Islam dan berebutan suara umat Islam lalu dideklarasikan.
Hal yang kira-kira mirip adalah dalam masalah jamaah. Ada Salafi, ada jamaah Tabligh, ada Tarbiyah ada Hizbuttahrir, ada bla bla bla yang lain. Salafi sendiri kemudian terpecah-pecah menjadi salafi versi ustadz fulan dan ustadz fulan. Dan lucunya, masing-masing saling menghujat salafi versi lawannya dan megklaim bahwa salafi versi dirinya sendiri yang benar. Yang lain dianggap sesat dan dimusuhi. Inna lillahi wa inna lillahi rajiun.
Tapi memang begini wajah kita, wajah umat Islam di Indonesia. Hobinya bikin wadah, kadang saling mencerca dan menjelekkan.
Kalau kita kita berpikir sedikit kritis, sebenarnya yang lebih dibutuhkan oleh umat Islam sekarang ini mungkin bukan lagi pertambahan wadah. Tetapi sesuatu yang lebih kongkrit dan nyata hasilnya, yaitu kerja dan produktifitas. Tentunya setelah dilandasi dengan pemahaman aqidah yang lurus serta fikrah yang shahih.
Adapun kalau kita sudah bicara sampai ke wadah, apalagi kalau harus memilih wadah tertentu, maka umumnya kita jarang sampai kepada kata sepakat. Apalagi mengingat jumlah wadah-wadah di dalam tubuh umat Islam sangat banyak, baik produk lama maupun produk baru.
Bahkan terkadang keberadaan wadah-wadah itu malah agak kurang produktif. Dan kalau salah pendekatakannya, wadah-wadah milik umat Islam itu malah akan saling meniadakan, saling melemahkan dan saling menjatuhkan. Itulah yang nyaris sedang terjadi di beberapa lini umat Islam.
Perbanyak Karya dan Amal bukan Wadah atau Lembaga
Karena itu kami lebih sering menganjurkan kepada umat Islam untuk lebih berkonsentrasi kepada amal-amal nyata. Bukan kepada membuat wadah atau membesar-besarkannya. Setidaknya, harus ada perimbangan antara mereka yang mengurus wadah dengan mereka yang bekerja secara produktif menciptakan terobosan-terobosan yang dibutuhkan umat.
Contoh sederhana sebagai ilustrasi, dari pada kita ribut-ribut tentang siapa yang harus jadi pemimpin, atau mau pilih ustadz yang mana sebagai ikutan, mungkin akan tidak ada salahnya baik bila tidak lupa untuk berkonsentrasi kepada kerja produktif yang akan jadi persembahan buat umat.
Misalnya, kenapa putera-putera terbaik umat Islam tidak dirangsang untuk melakukan riset teknologi yang implementatif buat bangsa? Bagaimana membuat bahan bakar alternatif, bagaimana membuat listrik alternatif, bagaimana memproses sampah menggunung jadi sesuatu yang bermanfaat? Bagaimana membuat koneksi internet murah atau gratis?
Mengapa para sineas muslim kurang diberi rangsangan untuk membuat film-film layar lebar yang baik, positif, tidak kacangan, berbobot dan bernilai kemanusiaan. Setidaknya selaras dengan ajaran dan syariah Islam.
Mengapa para pengusaha muslim tidak dirangsang untuk memproduksi barang-barang yang ramah lingkungan? Murah harganya, baik kualitasnya, manusiawi dalam memberi gaji kepada karyawan, sehingga mampu bersaing dengan barang-barang produk impor.
Mengapa wadah-wadah umat Islam tidak berupaya menciptakan lapangan kerja yang akan sangat berguna bagi bangsa?
Dan ini yang paling memalukan, mengapa ormas-ormas Islam serasa kurang darah ketika bicara tentang mendirikan media cetak dan elektronik? Padahal kekuatan musuh Islam sangat punya perhatian serius di bidang media. Bahkan hari ini nyaris umat Islam tidak punya stasiun televisi Islam, koran Islam, majalah Islam, sedang situs Islam kebanyakan hidupnya senin kamis.
Kita harus akui bahwa kita ini miskin karya, miskin amal, tapi terlalu banyak wadah. Sehingga kita tenggelam dalam keributan internal dan antar wadah. Lupa bahwa kita masih punya segunung pe-er yang mendesak untuk segera diselesaikan.
Seharusnya wadah-wadah itu bisa saling bersinergi. Para tokoh dari masing-masing wadah harus sering-sering bersilaturrahim, duduk bersama dan kalau perlu berangkulan, agar dapat memberikan citra positif kepada lapisan akar rumput bahwa pada hakikatnya umat Islam ini satu. Mereka juga harus menggencarkan para pendukungnya untuk berkarya secara lebih produktif dan nyata untuk kepentingan umat. Bukan sekedar bikin acara seremonial, tetapi hasilnya tidak pernah dirasakan oleh umat.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
08 Desember 2013
Bangga Menjadi Ibu Rumah Tangga
Hebat rasanya ketika mendengar ada
seorang wanita lulusan sebuah universitas ternama telah bekerja di
sebuah perusahaan bonafit dengan gaji jutaan rupiah per bulan. Belum
lagi perusahaan sering menugaskan wanita tersebut terbang ke luar negri
untuk menyelesaikan urusan perusahaan. Tergambar seolah kesuksesan telah
dia raih. Benar seperti itukah?
Kebanyakan orang akan beranggapan demikian. Sesuatu dikatakan sukses lebih dinilai dari segi materi sehingga jika ada sesuatu yang tidak memberi nilai materi akan dianggap remeh. Cara pandang yang demikian membuat banyak dari wanita muslimah bergeser dari fitrohnya. Berpandangan bahwa sekarang sudah saatnya wanita tidak hanya tinggal di rumah menjadi ibu, tapi sekarang saatnya wanita ’menunjukkan eksistensi diri’ di luar. Menggambarkan seolah-olah tinggal di rumah menjadi seorang ibu adalah hal yang rendah.
Kebanyakan orang akan beranggapan demikian. Sesuatu dikatakan sukses lebih dinilai dari segi materi sehingga jika ada sesuatu yang tidak memberi nilai materi akan dianggap remeh. Cara pandang yang demikian membuat banyak dari wanita muslimah bergeser dari fitrohnya. Berpandangan bahwa sekarang sudah saatnya wanita tidak hanya tinggal di rumah menjadi ibu, tapi sekarang saatnya wanita ’menunjukkan eksistensi diri’ di luar. Menggambarkan seolah-olah tinggal di rumah menjadi seorang ibu adalah hal yang rendah.
Kita bisa dapati ketika seorang ibu rumah tangga ditanya teman lama ”Sekarang kerja dimana?” rasanya terasa berat untuk menjawab, berusaha mengalihkan pembicaraan atau menjawab dengan suara lirih sambil tertunduk ”Saya adalah ibu rumah tangga”.
Rasanya malu! Apalagi jika teman lama yang menanyakan itu ”sukses”
berkarir di sebuah perusahaan besar. Atau kita bisa dapati ketika ada
seorang muslimah lulusan universitas ternama dengan prestasi bagus atau
bahkan berpredikat cumlaude hendak berkhidmat di rumah menjadi
seorang istri dan ibu bagi anak-anak, dia harus berhadapan dengan
”nasehat” dari bapak tercintanya: ”Putriku! Kamu kan sudah sarjana, cumlaude lagi! Sayang kalau cuma di rumah saja ngurus suami dan anak.”
Padahal, putri tercintanya hendak berkhidmat dengan sesuatu yang mulia,
yaitu sesuatu yang memang menjadi tanggung jawabnya. Disana ia ingin
mencari surga.
Ibu Sebagai Seorang Pendidik
Syaikh Muhammad bin Shalih al ’Utsaimin rahimahullah
mengatakan bahwa perbaikan masyarakat bisa dilakukan dengan dua cara:
Pertama, perbaikan secara lahiriah, yaitu perbaikan yang berlangsung di
pasar, masjid, dan berbagai urusan lahiriah lainnya. Hal ini banyak
didominasi kaum lelaki, karena merekalah yang sering nampak dan keluar
rumah. Kedua, perbaikan masyarakat di balik layar, yaitu perbaikan yang
dilakukan di dalam rumah. Sebagian besar peran ini diserahkan pada kaum
wanita sebab wanita merupakan pengurus rumah. Hal ini sebagaimana
difirmankan Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:
”Dan
hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan
dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa kalian, hai Ahlul
Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)
Pertumbuhan
generasi suatu bangsa adalah pertama kali berada di buaian para ibu.
Ini berarti seorang ibu telah mengambil jatah yang besar dalam
pembentukan pribadi sebuah generasi. Ini adalah tugas yang besar!
Mengajari mereka kalimat Laa Ilaaha Illallah, menancapkan
tauhid ke dada-dada mereka, menanamkan kecintaan pada Al Quran dan As
Sunah sebagai pedoman hidup, kecintaan pada ilmu, kecintaan pada Al Haq,
mengajari mereka bagaimana beribadah pada Allah yang telah menciptakan
mereka, mengajari mereka akhlak-akhlak mulia, mengajari mereka bagaimana
menjadi pemberani tapi tidak sombong, mengajari mereka untuk bersyukur,
mengajari bersabar, mengajari mereka arti disiplin, tanggung jawab,
mengajari mereka rasa empati, menghargai orang lain, memaafkan, dan
masih banyak lagi. Termasuk di dalamnya hal yang menurut banyak orang
dianggap sebagai sesuatu yang kecil dan remeh, seperti mengajarkan pada
anak adab ke kamar mandi. Bukan hanya sekedar supaya anak tau bahwa
masuk kamar mandi itu dengan kaki kiri, tapi bagaimana supaya hal
semacam itu bisa menjadi kebiasaan yang lekat padanya. Butuh ketelatenan
dan kesabaran untuk membiasakannya.
Sebuah Tanggung Jawab
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya:
”Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya: ”Peliharalah dirimu dan keluargamu!” di atas menggunakan Fi’il Amr
(kata kerja perintah) yang menunjukkan bahwa hukumnya wajib. Oleh
karena itu semua kaum muslimin yang mempunyai keluarga wajib
menyelamatkan diri dan keluarga dari bahaya api neraka.
Tentang Surat At Tahrim ayat ke-6 ini, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu berkata, ”Ajarkan kebaikan kepada dirimu dan keluargamu.” (Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Mustadrak-nya
(IV/494), dan ia mengatakan hadist ini shahih berdasarkan syarat
Bukhari dan Muslim, sekalipun keduanya tidak mengeluarkannya)
Muqatil
mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah, setiap muslim harus
mendidik diri dan keluarganya dengan cara memerintahkan mereka untuk
mengerjakan kebaikan dan melarang mereka dari perbuatan maksiat.
Ibnu
Qoyyim menjelaskan bahwa beberapa ulama mengatakan bahwa Allah
subhanahu wa ta’ala akan meminta pertanggungjawaban setiap orang tua
tentang anaknya pada hari kiamat sebelum si anak sendiri meminta
pertanggungjawaban orang tuanya. Sebagaimana seorang ayah itu mempunyai
hak atas anaknya, maka anak pun mempunyai hak atas ayahnya. Jika Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ”Kami wajibkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” (QS. Al Ankabut: 7), maka disamping itu Allah juga berfirman, ”Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang berbahan bakar manusia dan batu.” (QS. At Tahrim: 6)
Ibnu
Qoyyim selanjutnya menjelaskan bahwa barang siapa yang mengabaikan
pendidikan anaknya dalam hal-hal yang bermanfaat baginya, lalu ia
membiarkan begitu saja, berarti telah melakukan kesalahan besar.
Mayoritas penyebab kerusakan anak adalah akibat orang tua yang acuh tak
acuh terhadap anak mereka, tidak mau mengajarkan kewajiban dan sunnah
agama. Mereka menyia-nyiakan anak ketika masih kecil sehingga mereka
tidak bisa mengambil keuntungan dari anak mereka ketika dewasa, sang
anak pun tidak bisa menjadi anak yang bermanfaat bagi ayahnya.
Adapun dalil yang lain diantaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:
”dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang dekat.” (QS asy Syu’ara’: 214)
”dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang dekat.” (QS asy Syu’ara’: 214)
Abdullah bin Umar radhiyallahu ’anhuma mengatakan bahwa Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), ”Kaum
lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya di rumah, dia bertanggung jawab
atas keluarganya. Wanita pun pemimpin yang mengurusi rumah suami dan
anak-anaknya. Dia pun bertanggung jawab atas diri mereka. Budak seorang
pria pun jadi pemimpin mengurusi harta tuannya, dia pun bertanggung
jawab atas kepengurusannya. Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung
jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari 2/91)
Dari
keterangan di atas, nampak jelas bahwa setiap insan yang ada hubungan
keluarga dan kerabat hendaknya saling bekerja sama, saling menasehati
dan turut mendidik keluarga. Utamanya orang tua kepada anak, karena
mereka sangat membutuhkan bimbingannya. Orang tua hendaknya memelihara
fitrah anak agar tidak kena noda syirik dan dosa-dosa lainnya. Ini
adalah tanggung jawab yang besar yang kita akan dimintai
pertanggungjawaban tentangnya.
Siapa Menanam, Dia akan Menuai Benih
Bagaimana hati seorang ibu melihat anak-anaknya tumbuh? Ketika tabungan anak kita yang usia 5 tahun mulai menumpuk, ”Mau untuk apa nak, tabungannya?” Mata rasanya haru ketika seketika anak menjawab ”Mau buat beli CD murotal, Mi!” padahal anak-anak lain kebanyakan akan menjawab ”Mau buat beli PS!” Atau ketika ditanya tentang cita-cita, ”Adek pengen jadi ulama!” Haru! mendengar jawaban ini dari seorang anak tatkala ana-anak seusianya bermimpi ”pengen jadi Superman!”
Jiwa
seperti ini bagaimana membentuknya? Butuh seorang pendidik yang ulet
dan telaten. Bersungguh-sungguh, dengan tekad yang kuat. Seorang yang
sabar untuk setiap hari menempa dengan dibekali ilmu yang kuat. Penuh
dengan tawakal dan bergantung pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu… jika
seperti ini, bisakah kita begitu saja menitipkannya pada pembantu atau
membiarkan anak tumbuh begitu saja?? Kita sama-sama tau lingkungan kita
bagaimana (TV, media, masyarakat,…) Siapa lagi kalau bukan kita, wahai
para ibu -atau calon ibu-?
Setelah
kita memahami besarnya peran dan tanggung jawab seorang ibu sebagai
seorang pendidik, melihat realita yang ada sekarang sepertinya
keadaannya menyedihkan! Tidak semua memang, tapi banyak dari para ibu
yang mereka sibuk bekerja dan tidak memperhatikan bagaimana pendidikan
anak mereka. Tidak memperhatikan bagaimana aqidah mereka, apakah
terkotori dengan syirik atau tidak. Bagaimana ibadah mereka, apakah
sholat mereka telah benar atau tidak, atau bahkan malah tidak
mengerjakannya… Bagaimana mungkin pekerjaan menancapkan tauhid di
dada-dada generasi muslim bisa dibandingkan dengan gaji jutaan rupiah di
perusahaan bonafit? Sungguh! sangat jauh perbandingannya.
Anehnya
lagi, banyak ibu-ibu yang sebenarnya tinggal di rumah namun tidak juga
mereka memperhatikan pendidikan anaknya, bagaimana kepribadian anak
mereka dibentuk. Penulis sempat sebentar tinggal di daerah yang sebagian
besar ibu-ibu nya menetap di rumah tapi sangat acuh dengan pendidikan
anak-anak mereka. Membesarkan anak seolah hanya sekedar memberinya
makan. Sedih!
Padahal
anak adalah investasi bagi orang tua di dunia dan akhirat! Setiap upaya
yang kita lakukan demi mendidiknya dengan ikhlas adalah suatu kebajikan.
Setiap kebajikan akan mendapat balasan pahala dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Tidak inginkah hari kita terisi dengannya? Atau memang yang kita
inginkan adalah kesuksesan karir anak kita, meraih hidup yang
berkecukupan, cukup untuk membeli rumah mewah, cukup untuk membeli mobil
mentereng, cukup untuk membayar 10 pembantu, mempunyai keluarga yang
bahagia, berakhir pekan di villa. Tanpa memperhatikan bagaimana aqidah,
bagaimana ibadah, asal tidak bertengkar dan bisa senyum dan tertawa ria
di rumah, disebutlah itu dengan bahagia.
Ketika
usia senja, mata mulai rabun, tulang mulai rapuh, atau bahkan tubuh ini
hanya mampu berbaring dan tak bisa bangkit dari ranjang untuk sekedar
berjalan. Siapa yang mau mengurus kita kalau kita tidak pernah mendidik
anak-anak kita? Bukankah mereka sedang sibuk dengan karir mereka yang
dulu pernah kita banggakan, atau mungkin sedang asik dengan istri dan
anak-anak mereka?
Ketika
malaikat maut telah datang, ketika jasad telah dimasukkan ke kubur,
ketika diri sangat membutuhkan doa padahal pada hari itu diri ini sudah
tidak mampu berbuat banyak karena pintu amal telah ditutup, Siapakah
yang mendoakan kita kalau kita tidak pernah mengajari anak-anak kita?
Lalu…
Masihkah kita mengatakan jabatan ibu rumah tangga dengan kata ’cuma’? dengan tertunduk dan suara lirih karena malu?
Masihkah kita mengatakan jabatan ibu rumah tangga dengan kata ’cuma’? dengan tertunduk dan suara lirih karena malu?
Wallahu a’lam
Maroji’:
- Dapatkan Hak-Hakmu, Wahai Muslimah oleh Ummu Salamah as Salafiyyah. Judul asli: Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat
- Mendidik Anak bersama Nabi oleh Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Judul Asli: Manhaj At-Tarbiyyah An-Nabawiyyah lit-Thifl
- Majalah Al Furqon Edisi: 8 Tahun V/Rabi’ul Awwal 1427/April 2006
10 September 2013
Kisah Petani Desa
by Udinkarya.
Saudaraku yang di cintai Alloh, ada kisah nyata yang bisa dijadikan tauladan buat kita semua.
Singkat cerita, ada seorang petani yang bertanya kepada sang ustadz, petani ini memliki beberapa hektar sawah di kampungnya. Ada kejadia aneh, kenapa setiap panen padi selalu gagal meskipun berhasil pasti hasil panennya selalu dimakan tikus sawah. Lalu petani ini menceritakan setiap kejadian yang dialami dirinya, kenapa hidupnya selalu sial dan kurang beruntung.
Kemudian sang ustadz menanyakan bagaimana selama ini dia ibadahnya, do'anya, sholatnya, baca Al-Qur'annya, dan sebagainya. Lalu petani itu menjawab, kalau sholat 5 waktu dia selalu melakukannya meskipun hanya sebatas menggugurkan kewajiban saja, sedang berdo'a dia jarang sekali itupun berdo'a ketika dalam keadaan sulit atau kepepet baru minta pertolongan, ketika ditanya terus baca Qur'annya gimana?. Petani itu menjawab, kalau saya baca Al-Qur'an setahun sekali dan itupun ketika ramadhan saja, sampai saya malu itupun tidak khatam katanya.
Selanjutnya petani itu disuruh untuk rutin berdo'a, diperbanyak sholatnya apalagi ditambah dengan yang sunah-sunahnya, dirutinkan juga baca Al-Qur'annya kalau bisa 1 bulan sekali khatam. Tak lama kemudian anjuran itu dilaksanakan petani. beberapa bulan kemudian petani itu kaget, sawah yang biasanya selalu diserang hama sudah tidak lagi, hasiil panen di lumbungnya yang biasa dimakan tikus sudah tidak lagi. Ini pertanda hasil usahanya di ridhoi dan di berkahi oleh Alloh SWT. Kalau Alloh SWT sudah ridho, apapun yang tidak mungkin menjadi mungkin, yang jauh bisa dekat, yang sulit bisa menjadi mudah. Insya Alloh...
Sahabatku, kisah petani tadi bisa jadi menjadi gambaran hidup kita mengenai masalah hidup yang tidak pernah selesai-selesai, hidup memang penuh dengan masalah tetapi masalah seberat apapun pasti ada solusinya, ibadah petani tadi juga bisa jadi gambaran kita yang selama ini malas unutk berdo'a, malas untuk sholat apalagi baca Al-Qur'an.. Mulai saat ini, detik ini mari perbanyak do'a, do'akan anak-anak kita, istri suami kita, orangtua dan mertua kita, Jangan sampai kita miskin dan kering do'a karena do'a adalah tanda kedekatan kita kepada Alloh SWT, Saat ini kita juga perbanyak baca Qur'an, baca jangan ketika Ramadhan datang, kalau bisa tekadkan dalam diri untuk khatam 1 bulan sekali.Mudah-mudahan Alloh SWT memudahkan setiap langkah dan urusan kita..Aamiin.
by Udinkarya.
Saudaraku yang di cintai Alloh, ada kisah nyata yang bisa dijadikan tauladan buat kita semua.
Singkat cerita, ada seorang petani yang bertanya kepada sang ustadz, petani ini memliki beberapa hektar sawah di kampungnya. Ada kejadia aneh, kenapa setiap panen padi selalu gagal meskipun berhasil pasti hasil panennya selalu dimakan tikus sawah. Lalu petani ini menceritakan setiap kejadian yang dialami dirinya, kenapa hidupnya selalu sial dan kurang beruntung.
Kemudian sang ustadz menanyakan bagaimana selama ini dia ibadahnya, do'anya, sholatnya, baca Al-Qur'annya, dan sebagainya. Lalu petani itu menjawab, kalau sholat 5 waktu dia selalu melakukannya meskipun hanya sebatas menggugurkan kewajiban saja, sedang berdo'a dia jarang sekali itupun berdo'a ketika dalam keadaan sulit atau kepepet baru minta pertolongan, ketika ditanya terus baca Qur'annya gimana?. Petani itu menjawab, kalau saya baca Al-Qur'an setahun sekali dan itupun ketika ramadhan saja, sampai saya malu itupun tidak khatam katanya.
Selanjutnya petani itu disuruh untuk rutin berdo'a, diperbanyak sholatnya apalagi ditambah dengan yang sunah-sunahnya, dirutinkan juga baca Al-Qur'annya kalau bisa 1 bulan sekali khatam. Tak lama kemudian anjuran itu dilaksanakan petani. beberapa bulan kemudian petani itu kaget, sawah yang biasanya selalu diserang hama sudah tidak lagi, hasiil panen di lumbungnya yang biasa dimakan tikus sudah tidak lagi. Ini pertanda hasil usahanya di ridhoi dan di berkahi oleh Alloh SWT. Kalau Alloh SWT sudah ridho, apapun yang tidak mungkin menjadi mungkin, yang jauh bisa dekat, yang sulit bisa menjadi mudah. Insya Alloh...
Sahabatku, kisah petani tadi bisa jadi menjadi gambaran hidup kita mengenai masalah hidup yang tidak pernah selesai-selesai, hidup memang penuh dengan masalah tetapi masalah seberat apapun pasti ada solusinya, ibadah petani tadi juga bisa jadi gambaran kita yang selama ini malas unutk berdo'a, malas untuk sholat apalagi baca Al-Qur'an.. Mulai saat ini, detik ini mari perbanyak do'a, do'akan anak-anak kita, istri suami kita, orangtua dan mertua kita, Jangan sampai kita miskin dan kering do'a karena do'a adalah tanda kedekatan kita kepada Alloh SWT, Saat ini kita juga perbanyak baca Qur'an, baca jangan ketika Ramadhan datang, kalau bisa tekadkan dalam diri untuk khatam 1 bulan sekali.Mudah-mudahan Alloh SWT memudahkan setiap langkah dan urusan kita..Aamiin.
Label: Birrul walidain, Ibadah, Motivasi, Muamalah